Labels

April 21, 2013

Becoming Women: What The H*ll is going on to the feminism??

TENTANG KARTINI DAN HARI PERINGATANNYA
 
Hari ini hari kartini, dan tidak ada kaitannya apakah saya Kartini mania atau bukan, saya hanya merasa perlu merefleksikan diri perempuan saya pada moment yang telah disepakati oleh negara ini sebagai moment tertentu dalam sejarah, yang menyeret kaum wanita dalam catatannya.

Saya juga memiliki pertanyaan yang sama dengan saudara-saudara sekalian mengenai apa makna Hari kartini? mengapa harus Kartini, dan bagaimana harus memaknainya dalam kehidupan saat ini?.Apabila anda berkenan (saya rasa harus berkenan, karena ini blog prribadi saya) saya ingin menyampaikan beberapa pendapat. Hari kartini maknanya adalah, bahwa bangsa Indonesia rupanya tidak semuanya buta akan eksistensi kaum perempuan sebagai kaum yang berdaulat dan merdeka untuk berkiprah sebagaimana yang dilakukan kaum lainnya. Sejak jaman dahulu, dimana kebayakan orang Indonesia, terutama perempuannya waktu itu sibuk memikirkan apakah besok masih ada iubi yang bisa dimakan, seorang kartini sudah memiliki pemikiran mengenai peran perempuan yang selama ini secara kultural 'dengan sengaja' dihilangkan dalam catatan kehidupan manusia. 

Tidaklah mengherankan mengapa Kartini, mengapa bukan perempuan lain?, dia kan bangsawan yang tidak perlu repot-repot berfikir mengenai apa yang dimakan besok, segalanya sudah tersedia dalam jumlah yang banyak. Kalau begitu mengapa bukan perempuan lain?, mengapa bukan Dewi Sartika, Cut Meutia, dkk?. Itulah kekuatan nilai dari sebuah wacana, kartini secara kuantitas tidak berperan sebesar nama-nama lain tersebut, karena Kartini tidak menantang penjajah, ia bekerja dalam ketentraman persahabatan dengan orang Belanda, sang penjajah. Hal inilah kemudian yang oleh kaum 'sinistis' (berasal dari kata sinis, suatu kebiasaan yang agak kurang menyenangkan dimana pengidapnya cenderung melabeli suatu hal/ peristiwa atau manusia dengan hal negatif) katakan sebagai bagian dari propaganda kaum Barat. Bangsa ini sudah kebarat-baratan sejak lama, oleh karena itu apa yang disukai oleh barat akan diabadikan olehnya. 

Kebetulan memang karya Kartini "habis gelap terbitlah terang" memang dipublikasikan oleh Belanda dimana memang buku ini adalah kumpulan surat yang kartini kirim ke sahabatnya yang orang belanda itu. Maka tidaklah heran apabila orang belandalah yang menerbitkan buku ini. Seandainya saja para pejuang perempuan kala itu juga rajin berbagi pemikiran sebagaimana yang dilakukan kartini, dan seandainya saja orang Indonesia dianugerhi ketelatenan dan kemampuan naluriah untuk pengarsipan, maka jalan Kartini tidak akan semulus itu untuk memperoleh predikat Pahlawan Nasional, sebab banyak mendapat pesaing. Akan tetapi sejarah membuktikan kekuatan sebuah wacana, dimana tinta hitam lebih abadi dibandingkan dengan darah, dimana ujung pensil lebih tajam dari bambu runcing. Maka dari itu salah satu yang dapat kita petik dari momentum hari kartini adalah bahwa kita masih perlu berjuang, bahwa tinta masih sangat ampuh tak termakan masa.

MENJADI PEREMPUAN BEGITU PENTINGNYA??

Seseorang atau sekelompok orang tidak akan memahami mengapa perempuan begitu getol memperjuangan apa yang mereka nilai 'hal yang sudah sewajarnya' sebelum ia mengerti seperti apa menjadi perempuan. Mereka tidak akan mengerti apabila mereka tidak berusaha memahami dan usaha itu nyaris mustahil apabila mereka masih bukan seorang perempuan. Memang kenapa dengan perempuan. Perempuan makhluk sejuta perkara. Dunia ini adalah perkara bagi perempuan, kehidupan ini sejak bagi buta ketika mata dibuka, perempuan melihat perkara. Sudah jam berapa ini?, apakah anak-anaknya sudah bangun?, Bagaimana kalau mereka sampai terlambat sekolah?, Harus memasak apa hari ini?, Apakah uangnya cukup apabila ia harus menuruti appetite seluruh anggota keluarga?, Apakah langit mendung?, Apakah moodnya baik hari ini?, apakah aku siap mengahadapi hari ini?, apakah perutku tidak sakit?, apakah 'tamu'nya datang, oh jangan hari ini aku ada ujian!. Sama sekali bukan hal penting kan dibandingkan dengan permaslahan negara, inflasi, ancaman nuklir, perang, dan lain sebagainya dimana menurut kultur kaum laki-laki yang berwenang untuk memikirkannya. Hingga pada akhirnya segala sesuatu yang dipikirkan perempuan tidak penting, sebab kultur sudah mengklasifikasikan mana yang penting dan mana yang tidak, seolah yang penting bisa bertahan meskipun yang tidak enting tidak diperhatikan. Apa yang dipikirkan oleh perempuan, apabila tidak dipikirkan oleh perempuan, apakah kehidupan ini bisa tetap berjalan?, BISA!. Apakah yang dipikirkan laki-laki, apablila tidak dipikirkan apakah kehidupan masih bisa berjalan?, BISA!. Lalu siapa yang mengada-ada, kamu atau aku? atau kesemuanya dari kita??.

SUATU JAWABAN YANG BERMEREK FEMINISME

Para perempuan menuntut kesetaraan, cuihh mereka mengada-ada, omong kosong. Bukankah segalanya sudah cukup setara adil sekarang ini?. Kesempatan kerja sudah terbuka lebar, kesempatan meraih pendidikan jenis apapun sudah tidak dibatasi, hanya saja permasalahannya terdapat di perempuan sendiriyang belum mau atau belum mampu mengambil kesempatan tersebut. Benar begitu?.

Mereka masih teriak-teriak mengenai pelecehan seksual, kekerasan, tekanan, dan lain sebagainya. Mereka tidak mau berkaca apakah tingkahnya sudah benar sehingga harus mendapatkan segala perlakuan itu. Jiwa mereka lemah, dientak sedikit saja sudah mewek, lalu laki-laki yang salah karena memiliki intonasi suara yang lebih tinggi?, Jangan bercanda!.

Saya sudah tekankan sebelumnya bahwa anda belum akan mampu memahami mengapa perempuan demikian, mengapa begitu banyakhal dituntut, padahal segalanya baik-baik saja. Lalu saya berkata, anda tidak memiliki mata, hati dan telinga perempuan. Perempuan melihat, merasakan dan mendengar apa yang tidak anda lihat, rasakan dan dengar. Ini kodrati, bahwa masing-masing dari kita dianugerahi kelebihan dan kekurangannya. Apabila laki-laki sudah cukup mengeksplorasi kekurangan dan kelebihannya (jati dirinya), lalu sekarang giliran perempuan. Karena dulu belum diberi kesempatan, saat sekarang diberi kesempatan, perempuan dituduh mengada-ada. Oleh karena itu perempuan melakukan pemberontakan, karena perempuan membenci kerusakan, perempuan tidak mengangkat senjata, mereka mengangkat pena dan suara. itulah feminisme, terlepas dari berbagai genrenya.

Mengapa yang perempuan suarakan cenderung tidak terdengar merdu di telinga laki-laki atau perempuan itu sendiri yang terhanyut dalam logikalisasi laki-laki?. Sebab diantara kita memiliki arah logika yang berbeda, sebab dalam berfikir perempuan memiliki perpaduan dengan perasaan dan itu menurut klasifikasi dunia laki-laki aneh dan terkesan tidak logis. Tapi akankah kalian ketahui bahwa yang kalian pikir logis itu terkadang cukup aneh di benak perempuan. Mengapa untuk pembangunan kita perlu bantai membantai dulu?. Itu salah satu contoh ketidak logisan dalam benak perempuan, tapi cukup logis dan wajar sajaj dalam benak laki-laki. Well, kita berbeda sehingga perdebatan mengenai apakah wacana kesetaraan ini masih perlu atau tidak hanya akan berujung pada debat kusir sebab kita memiliki sudut pandang yang mengkusir juga.

Kesetaraan perlu? YA, sebab kehidupan masih belum setara (Nita, 2013). Mengapa disebut belum setara?. sebab masih ada satu pihak yang merasa superior diantara yang lain. dengan itu mereka dengan leluasa melakukan subordinasi terhadap pihak yang lain. Subordinasi, bahasa berat!. Memang apa yang kau ketahui tentang subordinasi?, kau mengalaminya? atau hanya hasil kekaguman terhadap buku-buku feminismu?. Saya mengalaminya, didunia saya yang bebas, merdeka dan mandiri, saya masih merasa ditekan. Apabila saya bukan perempuan, saya yakin saya tidak akan mengalami hal-hal semacam ini. Bahkan beberapa teman menilai saya 'tidak cukup' perempuan. Akan tetapi tampilan dan keperempuanan saya bagaimanapun tidak memunafikan identitas saya sebagai perempuan. Lalu apa yang terjadi. Saya berfikir bahwa perempuan manapun pasti memiliki riwayat yang tak terlupakan berkaitan dengan identitas keperempuanannya. Menyadari atau tidak, semua perempuan pasti mengalami 'pelecehan'. 

Mengapa dilecehkan?, karena mereka merasa lebih superior dibandingkan dengan kita. Pelecehan bentuk apa itu. Saya baru menyadari bahwa terdapat juga yang namanya tekanan psikologis yang dihasilkan atas tindak pelecehan yang menyakiti tidak hanya fisik tapi psikologis. Apabila diteliti secara medis, tidak akan terlihat dampaknya, tapi karena perempuan memiliki sisi psikologis yang khas, dalam dan amat rumit, suatu tindakan pelecehan tidak langsung bisa berdampak fatal dalam kehidupan perempuan. Beban psikologis akan mempengaruhi fisik dan tidak dipungkiri bahwa manusia bisa mati karena tekanan psikologis. 

Saya baru menyadari akan urgensi wacana kesetaraan setelah saya mengalami insiden yang sangat membuat saya kehabisan akal. Suatu insiden yang untuk keluar dari mulut saya saja susah untuk diucapkan sebab berkaitan dengan apa yang dikatakan budaya sebagai 'taboo'. Oleh karena itu beban psikologisnya semakin menjadi dan kemudian berkembang dalam pikiran saya bahwa hal seperti ini tidak bisa jika hanya didiamkan saja. Saya bisa merangkum kejadian itu dalam bahasa kiasan, dan suatu saat nanti apabila saya cukup mempunyai power untuk itu saya akan menceritakannya. Jadi kejadian itu adalah saat dimana seorang oknum melakukan tindakan yang secara psikologis menekan saya. Sebab saya merasa dilecehkan dengan tindakan itu, sehingga memakan cukup banyak waktu untuk berfikir mengapa hal demikian terjadi, mengapa ia melakukannya?. Saya kembalikan pada diri saya sendiri, apakah saya pantas mendapat perlakuan seperti itu?, tidak, sebab saya sedang dalam sikap dan penampilan yang amat baik. Lalu mengapa ia melakukannya?, apakah kamu sanggup melakukan hal itu?, menurutku tidak, Dan tidak akan da perempuan yang sanggup melakukan itu terlepas ia waras atau sinting. Lalu mengapa orang itu demikian, sebab ia merasa ia dapat melakukannya sebab ia lebih superior, dan tindakannya merupakan cermin kesuperiorotasan. Tidak ada hal lain yang dibanggakan kaum laki-laki keculai superioritas, jarang sekali diantara mereka ada yang bangga apabila mereka dinilai cinta damai dam lembut. Mereka akan amat bangga apabila disebut tangguh dan perusak. 

Lebih jauh lagi saya berpikir mengapa ini terjadi? sebab kesetaraan belum benar-benar terwujud. sebab masih ada yang merasa lebih superior dibandingkan dengan yang lain, sebab masih ada pihak yang cenderung melakukan penekanan terhadap pihak lain. Bagaimana agar hal-hal demikian tidak terjadi?. Maka kesetaraan harus mulai dibangun. Dekonstruksi budaya memang mustahil terjadi apabila tidak pernah dicoba. Sedikit demi sedikit pasti akan bisa dirubah. Ingat bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali Tuhan dan perubahan, mengapa dekonstruksi budaya mustahil terjadi?. Upaya ini memang berat, belum lagi tamparan dan bantahan dan hujatan yang akan diterima sebab dinilai mempersulit hal yang mudah. Akan tetapi tidakkah kalian semua menyadari bahwa permasalahan ini adalah permasalahan umat manusia, yang ini juga memberi dampak yang luar biasa besarnya bagi perkembangan peradaban kedepannya?. 
.............................................

-TBC-