Labels

Agustus 09, 2012

Sebuah Karya Ilmiah: Enak, Sial!!



PENDAHULUAN: Senja di Surabaya
“Enak, sial!”
Itulah narasi dari drama sore yang aku tonton hari ini. Bukan drama sebenarnya, lebih kepada realitas yang terdustakan. Kenapa harus terdustakan?, karena untuk mengakuinya agak memalukan. Jadi once upon a time, senja di Surabaya merupakan yang terindah dari kota-kota lainnya (kota yang kumaksud adalah peradaban nomadenku; Jember, Banyuwangi, Kediri, Blitar, Sragen, e.t.c). Senja saat itu sangat spesial, karena sebelum senja menapaki riwayatnya di bumi Surabaya, aku yang dalam kondisi mengenaskan mendapat pesan singkat yang isinya paling kusukai dari segala pesan yang telah kuterima. Apalagi kalau tidak tentang uang. 

Jadi hari itu ada rejeki tak terduga yang tiba-tiba mampir. Nah, bertepatan dengan saat itu aku sedang bersua dengan temanku, yang sikapnya lebih memposisikan diriku ini sebagai emaknya dibandingkan dengan temannya. Secara otomatis dia merengek menagih traktiran. Senja di Surabaya kita habiskan dengan menelusuri jalanan macet di tanah Bonek ini.

Hanya berputar ke mall sejenak, karena aku tidak mendapatkan apapun yang kumau  (apa sih yang kumau?, hanya seuntai janji manis yang tak akan ditepati – apa sih?? =.=” ). Setelah itu mendengarkan rengekannya sepanjang jalan membuatku akhirnya menyerah. Kuturuti kemauannya, kemanapun dia akan membawaku. Sampai kita akhirnya nyantol ke sebuah resto fenomenal di depan stasiun gubeng lama (tidak sebut nama karena tidak terikat kontrak dengan perusahaan bersangkutan :D). Eh, rupanya sudah di booking full oleh perusahaan X yang mengadakan buber dengan para pegawai.

Yasudah, kita berlanjut ke mall paling fenomenal di Surabaya untuk menemukan restoran sejenis. Sesampainya di restoran yang berada di lantai 5 tersebut, terkejutlah kita bahwa kita harus ngantri dulu. Sembari ngantri ngacirlah kita ke mushola untuk menunaikan ibadah shalat maghrib. Melihat resto yang full dan antriannya yang panjang, saya sempat heran dengan adanya fenomena kelaparan di luar sana. “Betulkah fenomena itu?, apakah hanya tipuan?. Bagaimana bisa ada fenomena rakyat kelaparan disaat resto mahal itu manusia dan sampek ngantri pula, sungguh paradoks yang menggelikan”.     

Akhirnya kami mendapatkan seat juga setelah menunggu amaaaaaatttt lamaaaa sekali. Dalam masa penantian itu kami berdiskusi, melihat bagaimana cara makan disana. “eh modelnya prasmanan ya?, sepuasnya katanya. Terus gimana totalannya?”. “Dimana nasinya?”. “Gimana cara masaknya?”. “Kenapa dagingnya mentah semua?”. Kita benar-benar terlihat paling ndesooo disitu, padahal aku yaqiiin bahwa tampangku gak ndeso-ndeso amat, tapi tabiat kita yang clinguk’an kayak maling sungguh menampakkan kekatrok’an kita. Aku sadar hal itu, tapi aku bertekad untuk Be My Self, whatever they thought.

ISI: Great Adventure
Saat pramusaji menyiapkan seat kita, iseng-iseng teman saya sebut saja Han Hyo Joo (eh, lak seneng areke disebut gitu), yang bulan ini baru saja berkepala dua, mewawancarai si pramusaji itu. “Mbak, gimana ya caranya agar kita tahu harganya”. “paketan mbak, each adult seharga 125 ribu”. Okeee, aku sudah mendengarnya dan tetap calm down berlagak elegan. Kita sudah makan takjil puding dan es campur yang luar biasa enak rasanya, mau apalagi teruuss???. Begitu si pramusaji pergi, aku berujar pada si Han hyo Joo: “Eh, ada pintu keluar lain gak selain di tempat kasir itu?”. “Sorii Ha Ji Won (aku maksudnya :P), kayaknya gak ada deh” jawabnya lugu. “Kalau pintu ajaib doraemon?”. “Gak ada juga” jawabnya sambil nyengir. “Oke kalau begitu yang bisa kita lakukan sekarang adalah membuat mereka bangkrut, kita rampok resto ini”. HAHAHAHAHA.. akhirnya kita siapkan kostum topeng mata satu kita bak perompak (ngiiikkk..)

Alhasil kita mengambil segala macam dises seperti orang kesurupan. Buanyaaaaaaaaaaak bangett, sampai kita gak tau bagaimana cara menghabiskannya. Cara makannya saja kita gak tau pleaseeee... Kita udah mengambil segala menu yang ada dan di depan kita ada panci mendidih dan tempat panggang. “Terus gimana cara masukinnya ke situ?” tanya Han Hyo Joo kepadaku yang sama tololnya. “Yah ini ada sumpit kan?”. Oke aksi kita mulai lancarrr. Kita menikmati saat-saat itu (atau tepatnya memaksakan diri untuk menikmati karena gimana lagi, ibarat pepatah jawa wes kadong teles yo nylulup pisan :D, translate sendiri yooo??). 

Begitu mencicipinya, sekali gigit komenku untuk yang pertama kali adalah “enak, sial!”. Ucapan itu berkali-kali kita ucapkan sudah kayak yel-yel. Yel-yel ini berkhasiat banget sebagai pelipur lara hati kita yang harus bangkrut begitu melewati pintu keluar itu :P. Karena bagaimanapun juga di lubuk hati kita yang paling dalam nyesek juga menghabiskan jatah makan seminggu dalam semalam, tidak! sejam lebih tepatnya karena kita juga harus keburu pulang. Oleh karena itu timbullah ide katrok nan bego kita. Yaitu menyembunyikan beberapa makanan ke dalam tas untuk dibawa pulang (ngakzzzz!!). 
Jadi kita mengambil beberapa fried ebi yang satu persatunya kita balut dengan tisu dengan cara yang amat hati-hati (selayaknya siswa yang sedang mencontek saat ujian). Si Han Hyo Joo yang beraksi, aku hanya bertugas mengkondusifkan TKP, sungguh duo bandit kita ini. Entah kenapa saat kita beraksi para pramusaji lalu lalang mendatangi tempat kita. Betapa sensasinya membuat kita hampir terserang stroke.

Jadi intinya kita itu ketahuan oleh managernya. Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa itu adalah jalan yang bukan terlalu buruk tapi tetap saja tidak baik. Kita gak mau mengakui bahwa kita nyuri, tentu saja, disanapun tidak ada peringatan bahwa dilarang membawa makanan pulang, namun karena hal itu tidak umum maka kita gengsi untuk secara resmi membawa makanan pulang, jadi ini bisa dikatakan merupakan unofficial ways (bahasa kerennya, tapi tetap saja istilahnya semi-maling :D). Please ya jangan nuduh kita nyuri, kita bayar tunia pleaseee.. dengan angpao lebaran yang terpaksa melayang di senja bolonggggg...

Jadi ditengah aksi itu api panggang kita tiba-tiba menyala sedikit over-reacted dan mengundang banyak pramusaji untuk menangani masalah itu. Aku rasa pramusaji tersebut menangkap basah kita, karena setelah itu kemudian managernya (gak tau deh manager atau apa, dia yang kelihatan paling sok dan berseragam resmi). Si manager mendatangi kita dan bertanya: “Apa ada yang bisa kita bantu?”. Aku menjawab: “We’re fine thank you J”. Yah, dia melihat pada pojok dimana transaksi itu berjalan, aku rasa kita telah tertangkap. Aku berfikir mungkin kita ditegur, dampak paling mengerikan orang-orang disekitar akan tahu aksi kita dan kita bakaaaalll amat malu sekali. Namun aku tahu dia baik, dan dia mengerti sekali bahwa kita adalah mahasiswa miskin yang mencoba untuk hidup di ‘Lala land’ barang sesaat.

KONKLUSI: Hikmahnya adalah...
Meskipun begitu kita pulang dengan hati yang amat puas. Bahkan kita berencana untuk mengulanginya lagi (mampir ke resto itu maksudnya, bukan mengulangi tindakan kriminil itu :D). Dannnnnn... yah demi mengobati rasa penasaran kita selama ini terhada fenomenalitas resto itu, biaya yang kita keluarkan pantas kok. Next kita sepakat untuk mampir ke warung ice cream yang juga fenomenal, ada dinamika apalagi disana?, tunggu saja tanggal mainnya. FIGHTING!!


2 komentar:

orsyLuta mengatakan...

hahahaha
untung managernya baik, nek gag uda di geledah tasmu. malu tyuu...
*penasaran sama klawan mainmu ini, hmmmmmm....

Niiita mengatakan...

bukan managernya yang baeekk.. tapi wajah melass kita yang yang berhasil membuatnya iba..
lawan main?? memang sinetron..
ada deh, mau tau aja kau!!
ayo tul, kapan kau ultah bawa aku kesana.. :D